LAPORAN
RESMI PLANKTONOLOGI
FITOPLANKTON
Diatom
dan Dinoflagellata
Disusun
oleh :
Pradaniati Farida S.
26020111130036
PROGRAM
STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jumlah dan keanekaragaman jenis biota yang hidup dilaut sangat menakjubkan. Walaupun
sudah banyak sekali diketahui jenis- jenis tersebut ilmuan masih saja menemukan
penghuni-penghuni baru terutama didaerah terpencil dan lingkungan laut yang
dulunya tidak pernah dijangkau orang.perbadaan dalam berbagai keadaan
lingkungan laut sangat besar dalam mempengaruhi penyebaran biota-biota laut
tersebut (Sachlan, 1982).
Meskipun dilaut terdapat kehidupan yang
sangat beragam,tetapi lazim biota laut hanya dikelompokkan kedalam tiga
kategori utama yakni:plankton,nekton,dan bentos.pengelompokkan ini tidak ada
kaitanya dengan jenis menurut klasifikasi ilmiah ,ukuran atau mereka tumbuh – tumbuhan
dan hewan,tetapi hanya didasarkan pada kebiasaan hidup mereka secara umum (Hutabarat, 1986).
Plankton adalah
suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang ambing oleh arus di laut bebas.
Mereka terdiri dari makhluk-makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton)
dan sebagai tumbuhan (phytoplankton). Kecilnya ukuran plankton tidaklah
mengandung arti bahwa mereka adalah organisme yang kurang penting. Mereka
merupakan sumber makanan bagi ikan komersial yang penting yang hidup di lautan.
Dengan kata lain, kelangsungan hidup ikan bergantung pada jumlah plankton yang
ada. Ikan merupakan salah satu makanan penting bagi manusia, secara tidak
langsung makanan yang kita makanpun tergantung pada mereka (Hutabarat, 1986).
Plankton
merupakan biota yang mengapung, mencakup sejumlah besar biota di laut, baik
ditinjau dari jumlah jenisnya maupun kepadatannya. Mereka hidup terbatas di
lapisan perairan laut beberapa ratus meter dari permukaan laut. Meskipun fitoplankton membentuk sejumlah
besar biomassa dilaut, kelompok ini hanya diwakili oleh beberapa filum saja.
Sebagian besar bersel satu dan mikroskopik (Kasijan,
2001).
Plankton yakni mahluk
tumbuhan dan hewan yang hidup melayang atau mengambang dalam air, yang
selalu terbawa hanyut oleh arus. Fitoplankton ada dimana – mana, tumbuhan renik
ini terdapat di seluruh permukaan laut sampai kedalaman yang dapat ditembus
cahaya matahari. Fitoplankton memiliki peranan penting dalam hal fotosintesis
(Nontji, 2008).
Plankton pertama kali diperkenalkan oleh
Victor Hensen pada tahun 1887, yang berarti pengembara. Plankton merupakan
sekelompok biota di dalam ekosistem akuatik (baik tumbuhan maupun hewan) yang
hidup mengapung secara pasif, sehingga sangat dipengaruhi oleh arus yang lemah
sekalipun (Arinardi, 1997).
1.2
Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui definisi serta terminologi
fitoplankton
b. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan genus serta ciri –
ciri fitoplankton
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Fitoplankton
Klasifikasi
dalam biologi membedakan plankton dalam dua kategori utama yaitu fitoplankton
yang meliputi semua hubungan renik dan zooplankton yang meliputi hewan yang
umumnya renik (Rutter, 1973).
Fitoplankton
ada yang berukuran besar dan kecil dan biasanya yang besar tertangkap oleh
jaringan plankton yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu diatom dan
dinoflagellata. Diatom mudah dibedakan dari dinoflagellata karena bentuknya
seperti kotak gelas yang unik dan tidak memiliki alat gerak. Pada proses
reproduksi tiap diatom akan membela
dirinya menjadi dua. Satu belahan dari bagian hidup diatom akan menempati katup
atas (epiteka) dan belahan yang kedua akan menempati katup bawah (hipoteka).
Sedangkan kelompok utama kedua yaitu dinoflagellata yang dicirikan dengan
sepasang flagella yang digunakan untuk bergerak dalam air. Beberapa
dinoflagellata seperti Nocticula yang mampu menghasilkan cahaya melalui proses
bioluminesens (Nybakken, 1992).
Anggota
fitoplankton yang merupakan minoritas adalah berbagai alga hijau biru
(Cyanophyceae), kokolitofor (Coccolithophoridae, Haptophyceae), dan
silicoflagellata (Dictyochaceae, Chrysophyceae). Cyanophyceae laut hanya
terdapat di laut tropik dan sering sekali membentuk “permadani” filamen yang
padat dan dapat mewarnai air (Nybakken, 1992).
Sachlan
(1972) menggolongkan algae dalam tujuh golongan berdasarkan pigmen yang
dikandungnya dan habitatnya, yaitu :
Ø Cyanophyta
:
alga biru yang hidup di air tawar dan laut.
Ø Chlorophyta
:
alga hijau banyak hidup di air tawar
Ø Chrysophyta
:
alga kuning yang hidup di air tawar dan laut
Ø Phyrrophyta
:
alga yang hidup sebagai plankton di air tawar
dan di laut
Ø Eugulenophyta:
hidup di air tawar dan di air payau
Ø Phaeophyta
:
alga coklat yang hidup sebagai rumput laut
Ø Rhodophyta
:
alga merah yang hidup sebagai rumput laut.
Fitoplankton
hanya dapat dijumpai pada lapisan permukaan saja karena mereka hanya dapat
hidup di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup untuk melakukan
fotosintesis. Mereka akan lebih banyak dijumpai pada tempat yang terletak di
daerah continental shelf dan di sepanjang pantai dimana terdapat proses
upwelling. Daerah ini biasanya merupakan suatu daerah yang cukup kaya akan
bahan-bahan organic (Hutabarat dan Evans, 1985).
Fitoplankton
disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau
melayang di laut. Ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata
telanjang. Umumnya fitoplankton berukuran 2 – 200 µm (1 µm = 0,001mm).
Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada yang
berbentuk rantai (Hutabarat,
1986) .
Gambar
1. Phytoplankton
Meskipun
ukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh dengan sangat lebat dan
padat sehingga dapat menyebabkan perubahan warna pada air laut. Fitoplankton
mempunyai fungsi penting di laut, karena bersifat autotrofik, yakni dapat
menghasilkan sendiri bahan organik untuk makanannya. Selain itu, fitoplankton
juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik
karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini, fitoplankton disebut
sebagai produser primer (Hutabarat,
1986).
Bahan
organik yang diproduksi fitoplankton menjadi sumber energi untuk menjalani
segala fungsinya. Tetapi, di samping itu energi yang terkandung di dalam fitoplankton
dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh hewan laut seperti udang, ikan,
cumi-cumi, sampai ikan paus yang berukuran raksasa bergantung pada fitoplankton
baik secara langsung atau tidak langsung melalui rantai makanan (Hutabarat, 1986).
2.1.1. Diatom ( Bacillariophyceae)
Diatom
merupakan fitoplankton yang termasuk dalam kelas Bacillaniophyceae. Kelompok mi
merupakan komponen fitoplankton yang paling umum dijumpai di laut. Ia terdapat
di mana saja, dan tepi pantai hiugga ke tengah samudra. Diperkirakan di dunia
ada sekitar 1400—1800 jenis diatom, tetapi tidak semua hidup sebagai plankton.
Ada juga yang hidup sebagai bentos (di dasar laut), atau yang kehidupan
normalnya di dasar laut
tetapi oleh gerakan adukan air dapat membuatnya lepas dan dasar dan terbawa
hanyut sebagai plankton (disebut sebagai tikoplankton) (Sachlan, 1982).
Diatom
merupakan tumbuhan mikroskopis di laut yang merupakan tumpuan hidup (langsung
atau tak langsung) bagi sebagian besar biota laut. Oleh sebab itu, berbagai
julukan dibenikan bagi diatom mi, misalnya diatom dipandang sebagai pembentuk
utama “marine pasture” atau padang penggembalaan yang menghidupi jasad hidup
lainnya. Atau sebagai komponen utama “invisible forest” yakni hutan belantara
yang tak terlihat, karena banyaknya bahkan bisa ribuan hingga jutaan individu
per liter dengan keanekaragaman yang tinggi, dan dengan kemampuan fotosintesis
tidak kalah dengan hutan di darat (Sachlan,
1982).
Diatom
juga dijuluki sebagai “jewel of the sea” atau permata dan laut, karena selain kehadirannya
yang sangat umum, kerangka dinding selnya mengandung silika, bahan bagaikan
kaca, yang kaya dengan berbagai variasi bentuk yang menawan dengan simetri yang
indah (Sachlan, 1982).
Diatom
atau kelas Bacillariophyceae ini terbagi atas dua ordo yakni Centrales (Iebih
populer disebut centric diatom) dan Pennales (pennate diatom). Diatom sentrik
(centric) bercirikan bentuk sel yang mempunyai simetri radial atau konsentrik
dengan satu titik pusat. Selnya bisa berbentuk bulat, lonjong, silindris, dengan
penampang bulat, segitiga atau segi empat. Sebaliknya diatom penat (pennate)
mempunyai simetri bilateral, yang bentuknya umumnya memanjang, atau berbentuk
sigmoid seperti huruf”S”. Sepanjang median diatom penat ada jalur tengah yang
disebut räfe (raphe) (Sachlan,
1982).
Struktur
umum sel diatom dapat dijelaskan secara sederhana dengan model dan diatom
sentrik. Sel dengan kerangka silikanya disebut frustul (frustule). Morfologi
furustul terdiri dan dua valva (valve) setangkup, bagaikan cawan petri (petri dish),
atau bagaikan kotak obat (pill box). Valva bagian alas disebut epiteka
(epitheca) yang menutupi sebagian valva bagian bawah yang disebut hipoteka
(hypotheca) . Bagian tumpang tindih yang melingkar pinggangnya disebut girdel
(girdle). Seluruh permukaan valva
boleh dikatakan penuh dengan berbagai omamentasi yang simetris dan indah, dan
pori – pori
yang menghubungkan sitoplasma dalam dengan lingkungan di luarnya. Ciri omamentasi pada valva mi
merupakan hal penting untuk identifikasi jenis. Di dalam frustul terdapat
sitoplasma yang mengandung inti sel dan vakuola yang besar. Di dalam sitoplasma
terdapat pula kromatofor (chromai’ophore) yang umumnya berwarna kuning-cokiat
karena adanya pigmen karotenoid
(Sachlan, 1982).
Dalam
kajian diatom di Laut Jawa, dijumpai sedikitnya 127 jenis diatom, yang terdiri dari 91 jenis diatom sentnik, dan 36 jenis
diatom penate. Ini juga menunjukkan kecenderungan lebih umumnya dijumpai diatom
sentrik daripada diatom penate
(Sachlan, 1982).
Reproduksi
diatom dapat terjadi secara seksual atau aseksual, meskipun reproduksi aseksual
/ vegetatif adalah yang sangat umum. Reproduksi aseksual terjadi dengan
pembelahan sitoplasma dalam frustul dimana epiteka induk akan menghasilkan
hipoteka yang baru, sedangkan hipoteka yang lama akan menjadi epiteka yang
menghasilkan hipoteka yang baru pula pada anakannya, dan seterusnya. Dengan
demikian suksesi reproduksi aseksual ini akan menghasilkan ukuran sel yang
semakin kecil. Suatu ketika ukurannya mencapai minimum yang selanjutkan akan
dikompensasi dengan tumbuhnya auksospora berukuran besar yang akan membelah dan
menghasilkan sel baru yang kembali berukuran besar. (Sachlan, 1982).
Diatom
dapat hidup sebagai individu sel tunggal yang soliter, atau terhubung dengan
sel lainnya membentuk koloni bagaikan rantai, dengan rangkaian antar selnya
bervariasi menurut jenis. Hubungan antar sel ini dapat berupa benang tunggal
dari mukus seperti pada Thalassiosira, atau dengan benang banyak seperti pada
Chaetoceros dan Bacteriastrum. Gelombang laut yang kuat dapat membuat rantai
yang semula panjang pecah menjadi rantai yang lebih pendek (Sachlan, 1982).
Ukuran
diatom cukup beragam, dari yang kecil berukuran sekitar 5 mikron sampa yang
relatif besar sampai sekitar 2 mm. Ditylum misalnya dapat berukuran sampai 100-150
mikron, sedangkan Rhizosolenia yang berbentuk pinsil panjang langsung bisa
lebih dari 1 mm. Coscinodiscus yang berbentuk bundar dapat memiliki diameter
lebih dari 400 mikron. Termasuk berukuran ekstrim adalah Ethmodiscus yang bisa
mencapai 2 mm (Sachlan, 1982).
Distribusi
plankton diatom bervariasi secara temporal (bergantung waktu) dan spasial
(ruang), yang banyak ditentukan oleh faktor-faktor lingkungannya yang
mempengaruhinya. Sebaran horizontal misalnya lebih banyak ditentukan oleh
faktor suhu, salinitas, dan arus. Diperairan ugahari / temperat yang mengalami
perubahan musim panas dan musim dinging yang nyata, vatiasi musiman suhu, hara,
dan cahaya akan mempengaruhi keberadaan dan suksesi plankton diatom (Sachlan, 1982)
2.1.2. Dinoflagellata (Dinophyceae)
Dinoflagelata
adalah grup fitoplankton yang sangat umum ditemukan di laut setelah diatom.
Dinaoflagelata
termasuk dalam kelas Dinophyceae. Ciri khas yang terdapat pada dinoflagelat
adalah kandungan pigmen dalam selnya, yang tidak saja mengandung klorofil a dan
klorofil c, tetapi sangat spesifik adalah kandungan pigmen a-karoten dan grup
xanthophylls termasuk dinoxanthin, peridinin, dan diadinoxanthin. Kehadiran
pigmen ini meyebabkan warnanya umumnya coklat kekuningan, meskipun terdapat
variasi antar jenis. Ciri lain dari dinoflagelat adalah adanya organ untuk
bergerak (locomotary organ) berupa flagela yang bentuk seperti bulu cambuk (Sachlan, 1982).
Berdasarkan
kebiasaan hidupnya dan lokasi flagelanya, dinoflagelata dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yakni Desmokontae dan Dinokontae. Pada Desmokontae, terdapat dua flagela
yang semuanya berlokasi pada ujung (anterior) sel. Ini misalnya terdapat pada
jenis Exuviella dan Prorocentrum. Pada kelompok Dinokontae, kedua flagelanya
memiliki lokasi yang berbeda. Ada flagela transversal (melintang) yang terdapat
alam alur (groove) yang mengitari pinggang sel, dan ada juga flagela
longitudinal dalam alur membujur dan memanjang hingga keluar sel, bagaikan
ekor. Gerakan flagela transversal memungkinkan sel untuk bergerak melintir,
sedeangkan flagela longitudinal untuk bergerak maju (Sachlan, 1982).
Dinding
sel pada dinoflagelat ada yang berupa dinding selulosa yang tebal dan kuat yang
bisa berupa pelat – pelat yang melindungi sel. Oleh
karenanya, dinoflagelat yang memiliki pelat – pelat ini disebut tibe berperisai. Ada
pula dinoflagelat tipe telanjang, yang tidak memiliki pelat perisai. Ciri - ciri
pelat perisai ini merupakan hal penting untuk identifikasi jenis (Sachlan, 1982).
Reproduksi
pada dinoflagelat umumnya adalah dengan pembelahan sel (binary fission). Laju
pembelahan ini akan sangat
tinggi bila lingkungannya optimal, meskipun terdapat variasi antar jenis dan
antar waktu. Masa penggandaan (doubling time) pada Peridinium misalnya berkisar
10 hingga 50 jam, Prorocentrum berkisar 12 hingga 127 jam, Exuviella antara 15
hingga 90 jam, dan Ceratium furca maksimum 48 Jam (Sachlan, 1982).
Banyak
Jenis dinoflagelata dapat membentuk sista. Beberap jenis dapat membalut dirinya
dengan lapisan bergelatin sebagai tahap istirahat. Yang lebih spesifik adalah
dengan pembentukan dinding tebal yang meliputi sael dan membentuk resting
spore. Sista dinoflagelat ini sering mengendap di dasar laut, dan disitu dia istirahat sampai tiba saatnya bila
lingkungannya mendukung dia
tumbuh kembali sebagai plankton. Lamanya dalam bentuk sista bisa sampai waktu
yang sangat panjang, misalnya pada Peridinium trochoideum bisa sampai sembilan
bulan (Sachlan, 1982).
Pembentukan
sista pada dinoflagelat ini dapat menyulitkan penelitian dan pengendalian HAB
(Harmful Algae Bloom). Salah satu dinoflagelat penyebab HAB, Pyrodinium
bahamense var. compressum misalnya, bila pengamatannya hanya berdasarkan contoh
plankton saja mungkin tidak menemukan apa-apa karena sebenarnya dia sedang istirahat panajng dalam bentuk
sista di dasar laut. Tetapi suatu waktu dia
akan bangkit tumbuh dengan populasi
meledak sebagai plankton yang minumbulkan masalah lingkungan, kesehatan, dan
ekonomi yang sangat merugikan
(Sachlan, 1982).
Ada
berbagai marga dinoflagelat yang sering dijumpai, antara lain Prorocentrum,
Peridinium, Gymnodinium, Noctiluca, Gonyaulax, Ceratium, Ceratocorys,
Ornithocercus, Amphisolenia. Banyak jenis dinoflagelat memiliki arti penting
bagi perikanan karena merupakan makanan bagi banyak jenis ikan yang bernilai
ekonomi (Sachlan, 1982).
Namun
disamping itu, banyak pula jenis dinoflagelat yang dapat menghasilkan toksin,
dan karenanya bila jenis-jenis ini tumbuh meledak akan menimbulkan kerugian
besar, misalnya dapat menimbulkan kematian massal ikan. Dapat juga terjadi
toksin dari dinoflagelat ini, lewat rantai pakan, akan ditransfer ke dalam
tubuh kerang-kerangan, dan bila orang memakan kerang tersebut akan dapat
menimbulkan gejala keracunan, dari gejala keracunan ringan hingga yang dapat
mematikan. Ledakan populasi Pyrodinium bahamense var. compressum misalnya,
telah dilaporkan pernah menyebabkan kasus kematian penduduk di berbagai tempat
di indonesia. Dinoflagelata
juga dikenal banyak memiliki kemampuan bioluminisensi, yakni menghasilkan
cahaya dari proses yang terjadi di dalam tubuhnya. Noctiluca scintillans
misalnya, dapat menghasilkan cahaya biru muda. Suatu literatur menyebutkan
bahwa dengan konsentrasi sebesar 200 sel/liter noctiluca dapat menghasilkan
cahaya lemah, sedangkan dengan konsenstrasi 1000-2000 sel/liter dapat
menghasilkan cahaya yang lumayan kuat. Banyak dinoflagelata lain dapat
menghasilkan chaya bioliminisensi melalui reaksi enzimatis luciferin-luciferase.
Bila malam hari kita berlayar di laut akan sering kita jumpai laut gemerlap
bila tersibak ombak. Ini adalah bioluminisensi yang disebabkan oleh berbagai
jenis plankton, antara lain oleh dinoflagelata (Sachlan, 1982).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1.
Waktu dan Tempat Praktikum
Hari / Tanggal :
Senin, 26 April 2012
Pukul : pukul
13.00 - 14.00 WIB
Tempat :
Laboratorium
Biologi Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro, Semarang
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
No.
|
Nama
Alat
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
Mikroskop
|
|
Alat untuk melihat objek yang terlalu kecil untuk
dilihat dengan mata kasar.
|
2
|
Pipet Tetes
|
|
Alat yang
digunakan untuk mengambil sampel dari plankton yang terdapat dalam gelas
beker,dan kemudian diteteskan keatas kaca preparat.
|
3
|
Botol Sampel
|
|
Untuk menampung sampel fitoplankton
|
4
|
Sedgewick rafter
|
|
Sebagai media tempat plankton diletakkan
|
5
|
Buku Identifikasi
|
|
Media
untuk menentukan dari jenis plankton yang sudah ditemukan dengan mikroskop.
|
6
|
Alat Tulis
|
|
alat yang digunakan untuk menunjang lancarnya dan rapinya dari
pembuatan laporan sementara dari praktikum planktonologi.
|
7
|
Kamera Digital
|
|
Untuk mengabadikan kegiatan praktikum dan memfoto hasil
pengamatan
|
3.1.2
Bahan
No.
|
Nama Bahan
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
Formalin 4 %
|
|
Sebagai cairan
untuk mengawetkan sampel plantkon
|
2
|
Lugol
|
|
Sebagai cairan
untuk mengawetkan sampel plantkon
|
3
|
Sampel Fitoplankton
|
|
Bahan utama dari praktikum planktonologi ini, yang diambil dan
kemudian diidentifikasi
|
3.3.
Cara Kerja
1. Siapkanlah mikroskop dan peralatan praktikum
2. Ambillah sampel fitoplankton dengan menggunakan pipet
tetes sebanyak 1 ml
3. Kemudian taruhlah kedalam sedgwick rafter ditutup dengan
paper glass, jangan sampai ada gelembung udara dalam sedgewick rafter
4. Taruh sedgewick rafter ke atas meja pengamatan pada
mikroskop
5. Nyalakan lampu mikroskop
6. Amatilah sampel fitoplankton dengan pembesaran mikroskop 40 X
7. Gambar fitoplankton yang ditemukan dan definisikan nama
genusnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Pada saat
praktikum didapatkan beberapa sampel fitoplankton berjumlah 10 jenis, 5
diantaranya jenis plankton Diatom dan 5 jenis lagi yaitu jenis plankton
Dinoflagellata. Jenis-jenis plankton tersebut adalah:
Tabel
Gambar Diatom
No.
|
Gambar
1
|
Gambar
2
|
1.
|
Pleurosigma
|
|
2.
|
Planktoniella
|
|
3.
|
Coscinodiscus
|
|
4.
|
Bacteriastrum
|
|
5.
|
Streptotheca
|
|
Tabel
Gambar Dinoflagellata
No.
|
Gambar
1
|
Gambar
2
|
1.
|
Peridinium
|
|
2.
|
Ceratium
|
|
3.
|
Ceratocorys
|
|
4.
|
Gonyaulax
|
|
5.
|
Noctiluca
|
|
4.2.
Pembahasan
4.2.1.
Plankton
Diatom
Tabel Taksonomi Diatom
No.
|
Jenis
Fitoplankton
|
Taksonominya
|
1.
|
Pleurosigma |
Divisi:BacillariophytaKelas:BacillariophyceaeBangsa:PennalesSuku:NaviculaceaeMarga:Pleurosigma |
2.
|
Skeletonema
|
Divisi:BacillariophytaKelas:BacillariophyceaeBangsa:CentralesSuku:ThalassiosiraceaeMarga:Skeletonema |
3.
|
Coscinodiscus
|
Divisi:Bacillariophyta
Kelas:Bacillariophyceae
Bangsa:Centrales
Suku:Biddulphiaceae
Marga:Eucampia
|
4.
|
Bacteriastrum
|
Divisi:Bacillariophyta
Kelas:Bacillariophyceae
Bangsa:Centrales
Suku:Chaetoceraceae
Marga:Bacteriastrum
|
5.
|
Streptotheca
|
Divisi:Bacillariophyta
Kelas:Bacillariophyceae
Bangsa:Centrales
Suku:Biddulphiaceae
Marga:Streptotheca
|
1) Pleurosygma
Pleurosygma
merupakan phytoplankton yang memiliki ciri – ciri seperti : raphe dan valve sigmoid, kedua valve memiliki raphe sejati, valve agak pipih, memiliki 2 atau 4 chloroplast
memanjang, kadang sangat rumit dan terletak dibawah permukaan valve, dan banyak terdapat pyrenoids ditiap
chloroplast tersebar dari tropis sampai kekutub (Nontji,
2008).
Plankton
ini berbentuk elips agak memanjang dan pada tubuhnya terlihat satu simetris
yang membagi tubuh phytoplankton ini menjadi dua bagian yang sama.permukaan
katub kurang lebih rata,sigmoid,hampir lurus,terdapat 2 atau 4 pemanjangan
kloroplas,sering kali terlihat kusut dan terdapat dibawah permukaan
kutub.bersifat soliter,temperature optimal 270C dan salinitas
maksimal 36 ‰ (Nontji, 2008).
2) Skeletonema
Skeletonema
merupakan diatom dari golongan centrales, yaitu plankton yang mempunyai bentuk
silinder dan sebagian besar hidup di air laut. Diatom sering juga disebut
ganggang kersik, karena mempunyai sel yang mengandung silikat. (Djarijah, 1995)
Phytoplankton
ini merupakan alga bersel tunggal, dengan ukuran sel berkisar antara 4-15
mikron. Akan tetapi alga ini dapat membentuk untaian rantai yang terdiri dari
beberapa sel. Sel yang berbentuk kotak yang terdiri atas epiteka pada bagian
atas dan hipoteka pada bagian bawah. Bagian hipoteka mempunyai lubang-lubang
yang berpola khas dan indah yang terbuat dari silikon oksida. Pada setiap sel
dipenuhi oleh sitoplasma.(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Kamat
dalam Anonimus (2002) menyatakan Skeletonema memiliki dinding sel yang
mengandung frustula yang bisa menghasilkan skeletal external yang berbentuk
cembung serta mempunyai duri-duri yang berfungsi untuk menghubungkan antara
frustula yang satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk fiamen-filamen yang
panjang. Dinding selnya terdiri dari pectin dan silikat sehingga membentuk
pigmen yang terdiri dari klorofil, karotein dan frukosantin. Karotein inilah
yang menyebabkan dinding sel S. costatum berwarna coklat keemasan.
Skeletonema
bereproduksi dengan pembelahan sel, yaitu protoplasma terbagi menjadi dua
bagian yang disebut epiteka dan hipoteka, masing-masing dari bagian ini akan
membentuk epiteka dan hipoteka baru yang ukurannya lebih kecil dari ukuran
induknya (Semeru dan Ana, 1992). Lebih lanjut ditambahkan oleh Isnansetyo dan
kurniastuty (1995), pembelahan sel yang berulang-ulang mengakibatkan ukuran sel
S. costatum semakin mengecil.
Disaat
ukuran sel telah mencapai 7 mikron, maka reproduksinya tidak lagi terjadi
secara aseksual tetapi berubah menjadi reproduksi secara seksual melalui
pembentukan autospora. Autospora akan membentuk epiteka dan hipoteka baru yang
tumbuh menjadi sel yang ukurannya semakin membesar. Dan setelah itu akan
terjadi pembelahan sel sehingga membentuk seperti rantai. Diatomae, Skeletonema
sp. merupakan satu jenis yang banyak mendapat perhatian, karena peranannya
sebagai makanan beberapa macam biota laut (Praseno & Adnan, 1980; Sutomo,
2002).
3) Coscinodiscus
Sel
Coscinodiscus berbentuk simetri radial(bulat) berukuran 100 µ.sel coscinodiscus
ini merupakan kels dari Bacillariophyceae.hidup diperairan laut secara
soliter.Coscinodiscus theca(epyteca dan hypotheca). Antara epyheca dan hypoteca
dihubungkan oleh pectin,dinding selnya tersusun atas silikal ya ng merupakan
pembatas antara kerangka luar bagi sitoplasma,vakoula dan
nucleus,Coscinodiscus, sel yang soliter ,cangkang berbentuk segi
delapan,memiliki banyak kloroplas,permukaan sel berbentu flat/datar,hidup pada
temperature optimum 250C dan salinitas maksimal 36 ‰,mempunyai pola
areal berbentuk radial. (Thomas,1997)
4) Bacteriastrum
Bacteriastrum
adalah genus diatom
di keluarga
Chaetocerotaceae
keluarga. Ada lebih
dari 30 jenis
yang diuraikan dalam Bacteriastrum
genus, tapi banyak
di antaranya belum diterima, dan spesies
baru masih ditambahkan
ke genus. Genus ini sering dikaitkan dengan Chaetoceros tetapi berbeda dalam simetri radial dan fanestration
dari setae. Koloni cenderung berkamuflase dalam tampilan korset dan sel – sel
yang dipisahkan oleh lingkungan bagian basal setae, meninggalkan celah kecil
antar sel. Sel – sel yang silinder dan dihubungkan untuk membentuk filamen.
Setiap sel memikiki beberapa lama, memancar setae yang memungkinkan sederhana atau membagi dalam dua
cabang (Nybakken,1992)
5) Streptotecha
Streptotheca
merupakan salah satu jenis mikroalga yang cukup besar populasinya di perairan,
mendapatkan nutrisi dengan proses fotosintesis dan juga merupakan salah satu
produsen primer yang penting. Habitatnya adalah di perairan laut atau air asin,
biasanya streptotheca ditemukan di lingkungan pelagis atau menempel pada biota
lain. Streptotheca memiliki warna kuning kecoklatan karena pengaruh pigmennya,
bukan hijau seperti kebanyakan alga lainnya. Sel streptotheca membentuk satu
jalinan yang membentuk filamen panjang yang berbentuk seperti pita, yang
biasanya dapat kusut (Nybakken, 1992).
4.2.2.
Plankton
Dinoflagellata
Tabel Taksonomi Dinoflagellata
No.
|
Jenis
Fitoplankton
|
Taksonominya
|
1.
|
Peridinium
|
Divisi:Pyrrophycophyta
Kelas:Dinophyceae
Bangsa:Peridiniales
Suku:Peridiniaceae
Marga:Peridinium
|
2.
|
Ceratium
|
Divisi:Pyrrophycophyta
Kelas:Dinophyceae
Bangsa:Gonyaulacales
Suku:Ceratiaceae
Marga:Ceratium
|
3.
|
Ceratocorys
|
Divisi:Pyrrophycophyta
Kelas:Dinophyceae
Bangsa:Gonyaulacales
Suku:Ceratocoryaceae
Marga:Ceratocorys
|
4.
|
Gonyaulax
|
Divisi:Pyrrophycophyta
Kelas:Dinophyceae
Bangsa:Gonyaulacales
Suku:Gonyaulacaceae
Marga:Gonyaulax
|
5.
|
Noctiluca
|
Divisi:Pyrrophycophyta
Kelas:Dinophyceae
Bangsa:Noctilucales
Suku:Noctilucaceae
Marga:Noctiluca
|
1) Peridinium
Peridinium
adalah genus besar dari dinoflagellata yang berukuran besar hingga berukuran
sedang, beberapa memiliki kemampuan fotosintesis, namun tidak semua spesies
memiliki kemampuan tersebut. Spesies yang nonphotosyntesis antara lain
phagotrofik dan osmotrofik. Spesies terdapat di habitat air tawar maupun air
asin diseluruh dunia. Setidaknya beberapa spesies fotosintetik dapat membentuk
bloom atau red tide. Beberapa fenomena bloom ini dibarengi dengan bau yang
menyengat dan kematian ikan, meskipun blooming yang terparah dihasilkan oleh
dinoflagellata dari genus lain (Sachlan, 1982).
Spesies
fotosintetik dalam genus Peridinium, dan spesies yang masih berkerabat secara
genera masih tetap dianggap sebagai spesies peridinium bagi banyak ilmuwan, dan
sering digunakan sebagai organisme eksperimental dalam penelitian sel biologis,
terutama di bidang memiliki struktur dan fungsi nuklir, ritme circadian, dan
endosimbyosis (Sachlan, 1982).
2) Ceratium
Ceratium sp merupakan fitoplantkon berwarna coklat, tergabung
dalam genus yang berbentuk menajam ( armoused ). Termasuk dalam kelas
dynoflagellata. Memiliki bentuk umum yaitu terdiri membran vesikel berisi
lapisan – lapisan theca yang cukup nyata, memiliki substansi cadangan utama
berupa karbohidrat dan garam, memiliki nukleus yang besar dengan penampilan
berbentuk seperti manik – manik, Ceratium
sp juga memiliki trichocysr dan
stigma (Nybakken, 1992).
Salah satu uji sempel Ceratium
sp
yang ditemukan pada sampel air tambak garam ini adalah Ceratium tripos, dimana
jumlahnya sangat sedikit yaitu 1 x 104 sel/ml. Ceratium sp menurut Taylor et al.,
(1995) dalam Praseno dan Sugestiningsih, (2000) biasanya tersebar sangat luas
di perairan pantai dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap variasi
salinitas yang besar (5 -70 ‰). Berbeda
halnya dengan ceratium yang saya teliti, jumlah Ceratium sp yang kita amati
cukup banyak, dengan dibuktikan oleh 3 X penemuan pada saat praktium
berlangsung. Ceratium sp merupakan phytoplankton yang jumlahnya dipengaruhi
oleh salinitas lingkungan. (Rudiani,2002)
3) Ceratocorys
Ceratocorys
dapat membalut dirinya dengan lapisan bergelatin sebagai tahap istirahat. Yang
lebih spesifik adalah dengan pembentukan dinding tebal yang meliputi sel dan
membentuk spora istirahat.
Ceratocorys
juga memiliki arti penting bagi perikanan, contoh merupakan makanan bagi banyak
jenis ikan
4) Gonyaulax
5) Noctiluca
Noctiluca merupakan genus dari
dinoflagelata. Noctiluca berbeda dengan kebanyakan dari dinoflagelata karena
sel dewasanya adalah diploid dan
nukleusnya tidak menunjukkan pengorganisasian dinokaryotik, dan juga mereka
menampakkan meiosis gametik. Sel-sel ini sangat besar, berukuran diameter dari
1 hingga 2 milimeter, dan terisi dengan vakuola buoyant (apung). Beberapa jenis
dapat memiliki alga hijau simbion, namun tidak ditemukan kloroplas. Mereka
makan dari plankton lain dan biasanya ada tentakel spesial untuk makan-memakan.
Reproduksi noctiluca biasanya dengan fission, secara vegetatif. Namun
reproduksi secara seksual juga terjadi. Tiap sel memproduksi gamet dalam jumlah
besar, yang sekilas nampak seperti dinoflagelata atekat yang memiliki nukleus
dinokaryotik. Mereka biasa hidup tepat di bawah permukaan air laut, dan dapat
mengeluarkan cahaya (Nybakken,1992).
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1.
Fitoplankton
merupakan organisme yang menjadi produsen primer di perairan, dengan
kemampuannya berfotosintesis dan merupakan basis dari rantai energi di
perairan.\
2.
Dari hasil pengamatan, sampel air yang diamati didapat
beberapa jenis fitoplankton. Setelah dilakukan identifikasi didapatkan nama - nama
genus fitoplankton, yang di bagi menjadi dua berdasarkan
biodiveritasnya yaitu: diatom => Pleurosigma, Planktoniella, Coscinodiscus,
Bacteriastrum dan Streptotheca ; dinoflagellata => Peridinium, Ceratium,
Ceratocorys, Gonyaulax, Noctiluca
3.
Manfaat
Fitoplankton bagi manusia antara lain sebagai pakan ikan atau hewan-hewan
budidaya air lainnya, dapat digunakan sebagai indikator pencemaran di suatu
perairan, farmakologi, sampel untuk eksperimen saintifik, dan lain sebagainya.
4.
Diatom merupakan tumbuhan mikroskopis di
laut yang merupakan tumpuan hidup (langsung atau tak langsung) bagi sebagian
besar biota laut.
5.
Dinaoflagelata termasuk dalam kelas Dinophyceae. Ciri
khas yang terdapat pada dinoflagelat adalah kandungan pigmen dalam selnya, yang
tidak saja mengandung klorofil a dan klorofil c, tetapi sangat spesifik adalah
kandungan pigmen a-karoten dan grup xanthophylls termasuk dinoxanthin,
peridinin, dan diadinoxanthin.
5.2. Saran
F
Sebaiknya ikut sertakan peserta praktikum dalam sampling plankton,
sehingga praktikan dapat mengetahui secara langsung habitat plankton yang
disampling.
F Sebaiknya penjelasan tentang karakteristik dan sedikit
pemahaman mengenai plankton yang ditemukan dibawah mikroskop dijelaskan secara
singkat agar praktikan lebih tertarik dan mengerti tentang objek plankton yang
diamati.
F Dalam
melakukan identifikasi harus teliti dalam mencocokan gambar yang didapat dari pengamatan
dengan gambar di buku identifikasi.
F Kebersihan
alat dan laboratorium harus selalu dijaga.
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trianingnsih,
E. Asnaryanti dan S. H. Riyono. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. P3O-LIPI. Jakarta.
Hutabarat,Sahala. 1985. Pengantar oceanografi. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Hutabarat,
Sahala dan Stetwart M. Evans. 1986. Kunci
Identifikasi Zooplankton. Universitas
Indonesia Press: Jakarta.
Nontji,
Anugerah.
2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) :
Jakarta.
Nybakken,
James W, 1992. Biologi laut, suatu
pendekatan ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Rahman,
A. 2008. Kajian Kandungan Phospat dan Nitrat Pengaruhnya terhadap Kelimpahan
Jenis Plankton di Perairan Muara Sungai Nelayan. Kalimantan Scientiae. No
71 T. XXVI Vol. April. 2008.
Romimohtarto,
Kasijan dan Sri Juwana, 2004. Meroplankton
Laut, larva hewan laut yang menjadi
plankton. Ikrar Mandiri Abadi: Jakarta.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi.
UNDIP: Semarang.
Diakses pada hari Sabtu, tanggal 03 ,
April 2012, pukul 21.00
www.bi.itb.ac.id/herbarium/
Diakses pada hari Sabtu, tanggal 03 ,
April 2012, pukul 21.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar