LAPORAN PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI
ZOOPLANKTON
Nama :
Pradaniati Farida S.
NIM :
26020111130036
Nama Asisten : Cristiana Manullang
Nim Asisten : K2D008020
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
No.
|
Materi
|
Nilai
|
1.
|
BAB
I
|
|
2.
|
BAB
II
|
|
3.
|
BAB
III
|
|
4.
|
BAB
IV
|
|
5.
|
BAB
V
|
|
|
Total
|
|
Semarang, 30
Mei 2012
Asisten, Praktikan,
Cristiana Manullang Pradaniati
Farida S.
K2D008020 26020111130036
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut
Sachlan (1982) zooplankton adalah jasad renik atau organisme air yang menjadi
makanan pokok bagi organisme lain yang lebih tinggi tingkatannya seperti udang
dan ikan. Zooplankton yang pertama
terdiri dari jenis-jenis Protozoa, yang terdiri dari tipe holozoik Protophyta
(Algae). Selama 250 juta tahun ini,
zooplankton berevolusi menjadi Spongiae (spon), Coelenterata, terumbu karang
atau Cnidaria (Coral), Echinodermata, Mollusca, Arthropoda, karena dibuktikan
oleh fosil-fosil dalam lapisan-lapisan tanah pada permukaan Cambrium, terdapat
golongan-golongan hewan tersebut, mempunyai rangka-rangka atau dinding dari
kapur (CaCO3), chitin, silikat, sponginae, yang suka hancur atau
larut sepanjang masa (Sachlan, 1982).
Menurut
Sachlan (1982), zooplankton terdiri dari holoplankton dan meroplankton. Meroplankton terdiri dari telur-telur,
larva-larva atau juvenil dan berbagai Avertebrata maupun Vertebrata, yang jika
dewasa tidak merupakan plankton lagi; misalnya specimen-specimen dari
Malacostraca seperti kepiting (Brachyura), udang-udang besar yang ekonomis
berharga seperti dari golongan Penaeidae, Palaimonidae, dan sebagainya. Telur udang-udang besar ini berjumlah puluhan
sampai ratusan ribu, akan tetapi sebagian besar, 90 sampai 95%, mati sebagai
meroplankton; hanya 5 atau 10% dari meroplankton yang menjadi dewasa. Lain
halnya bila larva-larva ini dipelihara oleh manusia; seperti larva-larva dari Pennaeus monodon, Pennaeus.
merguensis atau Macrobranchium
rosenbergii dari lain-lain, jika makanan yang diberikan cukup, tepat
macamnya dan diatur supaya tidak ada hama dan lain-lain, maka kurang lebih
77,5% dari larva-larva ini dapat menjadi juvenil; larva-larva ini kemudian
dipelihara di tambak sampai dewasa
(Sachlan, 1982).
Zooplankton tidak
dapat memproduksi zat organik dari anorganik, sehingga zooplankton harus
mendapat tambahan bahan-bahan organik dari makanannya, yaitu tumbuhan atau
phytoplankton baik secara langsung maupun tidak langsung yang ada dalam
perairan. Zooplankton yang bersifat
herbivora memakan phytoplankton secara langsung, sedang yang carnivora memakan
secara tidak langsung yaitu memakan carnivora yang lain (Hutabarat dan Evans, 1986).
1.2.
Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui definisi
serta terminologi Zooplankton
Mahasiswa dapat mengklasifikasikan genus
serta ciri – ciri Zooplankton
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Zooplankton
Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat hewani, sangat
beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang mewakili
hampir seluruh filum hewan (Nybakken,1992).
Zooplankton juga dapat bersifat sebagai pleuston (Physalia
dan Velella) dan hyponeuston yang umumnya mempunyai tubuh transparan. Zooplankton
dan Fitoplankton merupakan bahan dasar semua rantai makanan di dalam perairan.
zooplankton menempati perairan sampai dengan 200 m dan bermigrasi vertikal
untuk mencari makan yang berupa fitoplankton (Omori dan Ikeda, 1984)
Gambar
1. Zooplankton
|
Zooplankton memegang peranan penting dalam jaring jaring makanan di
perairan yaitu dengan memanfaatkan nutrient melalui
proses fotosintesis (Kaswadji, 2001).
Dalam hubungannya dengan rantai makanan, terbukti zooplankton merupakan
sumber pangan bagi semua ikan pelagis , oleh karena itu kelimpahan zooplankton
sering dikaitkan dengan kesuburan perairan (Arinardi, 1997).
Menurut Nybakken (1992), Zooplankton melakukan migrasi harian dimana
Zooplankton bergerak ke arah dasar pada siang hari dan ke permukaan pada malam
hari. Rangsangan utama yang menyebabkan migrasi vertikal harian adalah Cahaya.
Zooplankton akan bergerak menjauhi permukaan bila intensitas cahaya di
permukaan meningkat, dan Zooplankton akan bergerak ke permukaan laut
apabila intensitas cahaya di permukaan menurun (Davis, 1955).
Berdasarkan daur hidupnya zooplankton dibagi menjadi 3 kelompok menurut
(Nontji, 2008) yaitu:
a.
Holoplankton
Plankton
yang seluruh daur hidupnya dijalani sebagai plankton, mulai dari
telur, larva, hingga dewasa. Contohnya Kopepoda, Amfipoda, dll.
b.
Meroplankton
Plankton
dari golongan ini menjalani kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap awal
dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja,
beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton. Contohnya kerang dan karang.
c.
Tikoplankton
Tikoplankton
sebenarnya bukanlah plankton yang sejati karena biota ini dalam keadaan
normalnya hidup di dasar laut sebagai bentos. Namun karena gerakan air ia bisa
terangkat lepas dari dasar dan terbawa arus mengembara sementara sebagai
plankton. Contohnya kumasea.
Menurut Arinadi et al, (1997), Zooplankton dapat dikelompokkan
berdasarkan ukurannya menjadi lima sebagai berikut :
a.
Mikropankton
Mempunyai
ukuran 20-200 μm dan organisme utamanya yaitu Ciliata, Foraminifera,
Nauplius, Rotifera, Copepoda
b.
Mesoplankton
Mempunyai
ukuran 200μm-2 m dan organisme utamanya yaitu Cladocera, Copepoda, Larvacea.
c.
Makroplankton
Mempunyai
ukuran 2-20 mm dan organisme utamanya yaitu Pteropada, Copepoda, Euphausiid,
Chaetognatha
d.
Mikronekton
Mempunyai
ukuran 20-200 mm dan organisme utamanya yaitu Chepalopoda, Euphausiid,
Sargestid, Myctopid
e.
Megaloplankton
Mempunyai
ukuran >20 mm dan organisme utamanya yaitu Scyphozoa, Thaliacea
2.2.
Reproduksi
dan Siklus Hidup Zooplankton
Gambar 2. Garis besar siklus hidup
copepod
(Sumber : Nybakken, 1989)
|
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa zooplankton dari Filum Protozoa,
memakan bakteri dan fungi yang terdapat pada ekosistem mangrove. Selain itu
taksa zooplankton yang sering dan banyak terdapat pada ekosistem mangrove
adalah Copepoda. Ikan-ikan pelagis seperti teri, kembung, lemuru,
tembang dan bahkan cakalang berprefensi sebagai pemangsa Copepoda dan larva
Decapoda. Oleh karena itu, terdapat ikan penetap sementara pada ekosistem
mangrove, yang cenderung hidup bergerombol dikarenakan kaitannya yang erat
dengan adanya mangsa pangan pada ekosistem itu sendiri (Nybakken, 1992).
Reproduksi antara zooplankton crustacea pada umumnya unisexual melibatkan
baik hewan jantan maupun betina, meskipun terjadi parthenogenesis diantara
Cladocera dan Ostracoda. Siklus hidup copepoda Calanus dari telur hingga
dewasa melewati 6 fase naupli dan 6 fase copepodit. Perubahan bentuk pada
beberapa fase naupli pertama terjadi kira-kira beberapa hari dan mungkin tidak
makan. Enam pase kopepodit dapat diselesaikan kurang dari 30 hari (bergantung
suplai makan dan temperatur) dan beberapa generasi dari spesies yang sma
mungkin terjadi dalam tahun yang sama (yang disebut siklus hidup ephemeral)
(Nybakken, 1992).
2.3.
Klasifikasi Zooplankton
Beberapa filum hewan terwakili di dalam kelompok zooplankton mulai dari
filum protozoa (hewan bersel tunggal) sampai filum Chordata (hewan bertulang
belakang) (Arinardi et.al., 1997).
2.3.1
Protozoa
Kingdom Protista terdiri dari protozoa, berukuran kecil, dari fauna bersel
tunggal sampai dengan beberapa filum, beberapa jenis terkenal sebagai bentuk
yang dijumpai di lautan adalah foraminifera, radiolaria, zooflagellata dan
ciliata. Protozoa dibagi dalam empat kelas yaitu: rhizopoda, ciliata,
flagelata, dan sporozoa (Sachlan, 1982).
2.3.2
Arthropoda
Filum arthropoda adalah bagian terbesar zooplankton dan hampir semuanya
termasuk kelas Crustacea. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai shell
terdiri dari chitine atau kapur, yang sukar dicernakan. Salah satu subklasnya
yang penting bagi perairan adalah Copepoda yang merupakan Crustacea
holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di semua laut dan
samudera (Nybakken, 1992).
2.3.3
Moluska
Dalam dunia hewan, filum moluska adalah nomor dua terbesar (Nybakken,
1992). Moluska bertubuh lunak, tidak beruas-ruas dan tubuhnya ditutupi oleh
cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat. Cangkang tersebut berguna untuk
melindungi organ dalam dan isi rongga perut, tetapi ada pula moluska yang tidak
bercangkang. Antara tubuh dan cangkang terdapat bungkus yang disebut mantel.
Reproduksi terjadi secara seksual dengan fertilisasi internal (Nybakken, 1992).
2.3.4
Chaetognatha
Chaetognatha adalah invertebrata laut dengan jumlah spesies relatif sedikit
tetapi sangat berperan terhadap jaring-jaring makanan di laut. Biota ini
memiliki ciri-ciri antara lain bentuk tubuh memanjang seperti torpedo,
transparan, organ berpasangan pada masing-masing sisi, memiliki bagian caudal
yang memanjang sirip dan kepala dengan sepasang mata dan sejumlah duri
melengkung di sekeliling mulut (Nybakken, 1992).
2.4.
Peranan
Zooplankton dalam Jaring – Jaring makanan di laut
Zooplankton berperan sebagai produsen sekunder ataupun
konsumen primer. Zooplankton sering melakukan gerakan naik turun pada perairan
yang disebut migrasi vertikal. Gerakan tersebut dimaksudkan untuk mencari
makanan yaitu fitoplankton yang bergerak naik ke permukaan dan biasanya dilakukan
pada malam hari, sedang gerakan ke dasar perairan dilakukan fitoplankton pada
siang hari. Gerakan pada malam hari lebih banyak dilakukan karena adanya
variasi makanan yaitu fitoplankton lebih banyak, selain itu dimungkinkan karena
zooplankton menghindari sinar matahari langsung. (Nontji, 2008).
Peranan zooplankton sebagai konsumen tingkat pertama yang menghubungkan
fitoplankton dengan pemangsa kecil maupun besar, dapat mempengaruhi kompleks
atau tidaknya rantai makanan di dalam ekosistem perairan. Secara garis besar
dapat dijelaskan bahwa fitoplankton yang mampu membentuk bahan organik dalam
proses fotosintesisnya, akan dimangsa oleh zooplankton yang pada waktunya akan
dimakan oleh ikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyaknya ikan di
suatu perairan tergantung dari banyaknya makanan yang tersedia, dalam hal ini
yaitu berupa plankton. Berdasarkan proses diatas bahwa data keberadaan
fitoplankton dan zooplankton di suatu perairan dapat digunakan sebagai salah
satu indikator untuk mengetahui kesuburan perairan (Arinardi et al., 1997).
Keberadaan zooplankton sebagai produser sekunder dan konsumer primer
mempunyai ciri anatomi, morfologi dan fisiologi yang sangat spesifik. Dengan
fungsi tersebut, setiap jenis zooplankton mempunyai spesifikasi dan sumbangan
yang berbeda. Hal ini terutama karena sebagian dari fase larva biota laut masuk
kedalam tahapan zooplankton. Oleh karenanya pengenalan terhadap ciri dan
karakterisitik anatomi, morfologi dan fisiologi sangatlah diperlukan. Hal ini
juga terkait dengan proses interaksi diantara zooplankton dengan habitatnya
sebagai bagian dari strategi untuk mempertahankan kehidupan. (Rohmimohtarto dan
Juwana, 2001).
2.5.
Faktor
– Faktor yang Mempengaruhi Hidup Zooplankton
Zooplankton seperti halnya hewan lainnya yang mampu hidup, tumbuh dan
berkembang biak dengan baik hanya pada lingkungan yang sesuai dengan siklus
hidupnya. Parameter Lingkungan perairan misalnya: Suhu, Salinitas, Derajat
Keasaman (pH), Oksigen terlarut (DO), Kecerahan dan Kedalaman yang terdapat
dalam suatu perairan sangat mempengaruhi kehidupan Zooplankton (Arinardi et al,
1997).
1. Suhu
Secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan
kelimpahan zooplankton. Suhu yang baik untuk kehidupan zooplankton secara umum
berkisar antara 20-30 °C (Nybakken, 1992). Suhu air dapat mengatur proses
biologi dalam perairan. Kenaikan suhu yang cukup besar pada perairan sungai
dapat menyebabkan sterilisasi terhadap organism, mempercepat aktivitas biologi
dan reaksi kimia air dengan suhu tinggi menaikkan daya larut oksigen (O2)
dan menurunkan BOD (Nybakken, 1992).
2. Salinitas
Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah garam yang terlarut dalam satuan
volume air, dinyatakan dalam permil (‰) dan didefinisikan sebagai jumlah zat
yang terlarut dalam 1 kg air laut dengan anggapan seluruh karbonat telah diubah
menjadi oksida dan semua zat organic mengalami oksida sempurna (Hutabarat dan
Evans, 1986). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang
mempengaruhi kehidupan organisme terutama dalam proses fisiologi, pengambilan
dan penggunaan nutrient. Secara umum mangrove tumbuh dengan baik pada
lingkungan dengan salinitas untuk tumbuhan berkisar 0-50 ‰ (Nybakken, 1992).
3. Derajat
Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan kependekan dari “Puissance negative de Hidrogen”
atau logaritma negative dari kadar ion Hidrogen yang ada. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa penyebab keasaman tanah adalah ion Hidrogen (Murtidjo, 1997)
Derajat keasaman (pH) air berpengaruh terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan
perairan sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik
buruknya keadaan perairan sebagai lingkungan hidup. pH yang masih layak bagi
kehidupan organism perairan berkisar antara 6,6-8,5 ((Nybakken, 1992).
4. Oksigen
Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah konsentrasi gas yang terlarut dalam air yang
berasal dari hasil proses fotosinta oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan
difusi udara (APHA, 1995). Sedangkan kelarutan oksigen di perairan sangat
dipengaruhi oleh suhu, kadar garam, dan tekanan gas yang terlarut dalam air
(Welch, 1980). Kandungan oksigen terlarut akan berkurang dengan naiknya suhu
dan salinitas. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi sacara harian dan musiman
tergantung pada proses percampuran dan pergerakan air, aktivitas fotosintesis,
respirsi dan limbah yang masuk ke badan air (Nybakken, 1992).
5.
Kecerahan dan Kedalaman
Kecerahan mencerminkan besarnya intensitas cahaya yang diterima oleh suatu
perairan. Semakin dalam suatu perairan maka intensitas cahaya akan berkurang
(Davis, 1995). Jumlah Zooplankton sangat dipengaruhi oleh adanya kekeruhan,
pada saat kekeruhan itu tinggi, fitoplankton tidak produktif dalam melakukan
fotosintesis, diperairan seperti inilah zooplankton tidak dapat tumbuh dengan
baik, terkecuali jika kekeruhannya rendah, fitoplankton produktif , maka
zooplankton akan tumbuh baik di perairan tersebut (Nybakken, 1992).
Kekeruhan air merupakan suatu ukuran bias cahaya di dalam air yang
menunjukkan derajat kegelapan di dalam suatu perairan yang disebabkan adanya
partikel-pertikel hidup ataupun mati yang dapat mengurangi transmisi cahaya
(APHA, 1995). Jika jasad hidup seperti plankton menyebabkan kekeruhan, maka
pengukuran kecerahan merupakan indek untuk menentukan besarnya produksi
perairan (Nybakken, 1992).
III.
MATERI DAN METODE
3.1.
Waktu
dan Tempat
3.1.1.
Praktikum
I
Hari
/ Tanggal : Senin, 21 Mei
2012
Pukul :
pukul 11.30
- 13.00 WIB
Tempat : Laboratorium Biologi Jurusan Ilmu
Kelautan,
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro,
Semarang
3.1.2.
Praktikum
II
Hari
/ Tanggal : Jum’at, 25 Mei 2012
Pukul : pukul 10.00 - 11.30
WIB
Tempat : Laboratorium Biologi
Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro,
Semarang
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1.
Alat
No.
|
Nama Alat
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
Mikroskop
|
|
Alat untuk melihat objek yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata
kasar.
|
2
|
Pipet Tetes
|
|
Alat yang digunakan untuk mengambil sampel dari plankton yang
terdapat dalam gelas beker, dan kemudian diteteskan ke atas kaca preparat.
|
3
|
Botol Sampel
|
|
Untuk menampung sampel Zooplankton
|
4
|
Sedgewick rafter
|
|
Sebagai media tempat plankton diletakkan
|
5
|
Buku Identifikasi
|
|
Media untuk menentukan dari jenis plankton yang sudah ditemukan
dengan mikroskop.
|
6
|
Alat Tulis
|
|
Alat yang
digunakan untuk pembuatan laporan sementara dari praktikum planktonologi.
|
3.2.2.
Bahan
No.
|
Nama Bahan
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
Formalin 4 %
|
|
Sebagai cairan
untuk mengawetkan sampel plantkon
|
2.
|
Sampel Zooplankton
|
|
Bahan utama dari praktikum planktonologi ini, yang diambil dan
kemudian diidentifikasi
|
3.3.
Cara Kerja
1.
Siapkanlah mikroskop dan peralatan
praktikum.
2.
Ambillah sampel fitoplankton dengan
menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml.
3.
Kemudian taruhlah kedalam sedgwick
rafter ditutup dengan cover
glass, jangan sampai ada gelembung udara dalam sedgewick rafter.
4.
Amatilah sampel fitoplankton dengan
pembesaran mikroskop 40
x.
5.
Gambar dan definisikan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1
Praktikum I
Filum
|
Genus
|
Taksonomi
|
Gambar
|
Protozoa
|
Globigerina
|
Kingdom: Protoctista
Phylum : Granuloreticulosa
Class : Foraminifera
Superfamily: Globigerinacea
Genus :
Globigerina
|
|
|
Globoratalia
|
|
|
|
Acantometron
|
|
|
|
Parundella
|
|
|
|
Globoquadrina
|
|
|
Mollusca
|
Clione
|
|
|
|
Cresies
|
|
|
|
Limacina
|
|
|
|
Atlanta
|
|
|
|
Carinaria
|
|
|
4.1.2 Praktikum
II
Filum
|
Genus
|
Taksonomi
|
Gambar
|
Arthropoda
|
Undinula
|
|
|
|
Lucifer
|
|
|
|
Clausocalanus
|
|
|
|
Hemisierella
|
|
|
|
Oithona
|
|
|
Chaetognatha
|
Sagitta
|
|
|
|
Eukrohnia
|
|
|
|
Pterosagitta
|
|
|
|
Heterokronia
|
|
|
|
Krohnitta
|
|
|
4.2.
Pembahasan SALAH SEMUA !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Pada praktikum kali ini, didapatkan masing-masing 5 genus dari 4 filum ( protozoa, moluska,
arthropoda, dan chaetognatha ). Genus – genus tersebut adalah:
4.2.1.
Filum
Protozoa
1. Globigerina
Globigerina merupakan salah satu
genus dari ordo Foraminifera, tumbuh di daerah maritim.
Memiliki cangkang yang keras.
Kingdom : Protoctista
Phylum : Granuloreticulosa
Class : Foraminifera
Superfamily: Globigerinacea
Genus :
Globigerina
2. Globorotalia
3. Acantometron
4. Parundella
Ciri parundella
adalah bola memanjang silinder dengan tebal, tanduk
aboral lurik.
Kingdom :
Protoctista
Phylum : Ciliophora
Class :
Oligotrichea
Order :
Tintinnida
Family : Xystonellidae
Genus : Parundella
5. Globoquadrina
Kingdom :
Protoctista
Phylum : Granuloreticulosa
Class : Foraminifera
Superfamily: Globorotaliacea
Genus :
Globoquadrina
4.2.2. Filum Mollusca
1.
Clione
Clione adalah siput telanjang pelagis,
panjangnya sampai sekitar 2,3 cm,
dengan tubuh terutama transparan, massa viseral terlihat melalui dinding tubuh, ia
memiliki kromatofora besar di kulit. Bentuknya memanjang
oval. Para footlobe
posterior panjang. Ada dua pasang kerucut
bukal. Ini berburu
pteropods dikupas sebagai makanan, dan tinggal di Samudra Mediterania dan India di lapisan air
bagian atas.
Kingdom :
Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Euthyneura
Order : Gymnosomata
Suborder :
Gymnosomata
Family : Clionidae
Subfamily : Clioninae
Genus : Paraclione
2.
Cresies
3.
Limacina
Kingdom :
Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Euthyneura
Order : Thecosomata
Suborder :
Euthecosomata
Family : Limacinidae
Genus : Limacina
4.
Atlanta
Kingdom :
Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Streptoneura
Order :
Mesogastropoda
Superfamily: Atlantacea
Family : Atlantidae
Genus : Atlanta
5.
Carinaria
Kingdom :
Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Streptoneura
Order :
Mesogastropoda
Superfamily: Atlantacea
Family : Carinariidae
Genus : Carinari
4.2.3. Filum Arthropoda
1.
Undinula
Kingdom :
Animalia
Phylum : Crustacea
Class :
Maxillopoda
Subclass : Copepoda
Order : Calanoida
Family : Calanidae
Genus : Undinula
2.
Lucifer
Lucifer memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:Berbentuk seperti larva udang, memiliki kaki renang,
terdapat antena Ukurannya sama dengan protozoa dan acetes tetapi relatif lebih
kurus. Ciri khasnya adalah telson yang berentuk persegi tanpa percabangan. Ukurannya berkisar antara 8-12 mm.
Ketika hidup transparan dan setelah diawetkan buram tubuh pipih dengan tangkai
mata yang panjang.
Lucifer mempunyai tubuh pipih dengan
tangkai mata panjang. Sedangkan pada mata menonjol keluar. Tubuhnya mempunyai 4
segmen metasom. Dan pada kepala terdapat sepasang antenna.(anonym,2012)
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Family
: Luciferidae
Genus
: Lucifer
3.
Clausocalanus
Kingdom :
Animalia
Phylum : Crustacea
Class :
Maxillopoda
Subclass : Copepoda
Order : Calanoida
Family : Clausocalanidae
Genus : Clausocalanus
4.
Hemisierella
5. Oithona
Tonjolan-tonjolan
kecil yang terdapat pada ruas pertama urosome sangat baik unuk mengidentifikasi
hewan ini, tetapi tonjolan ini sangat sulit untuk dilihat .Pada betina urosome
terdiri dari 5 ruas pada jantan 6 ruas.Panjang berkisar antara 0,5 sanpai 1,5
Mm. Habitai di perairan laut terbuka(anonym,2012)
Kingdom :
Metazoa
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Subkelas
: Copepoda
Ordo
: Cyclopoida
Genus
: Oithona
4.2.4.
Filum Chaetognatha
1.
Sagitta
Tubuh lembek, transparan, lemah otot, otot transversal
tidak ada; kepala sempit; kait tidak
bergerigi. Vesikula seminalis dengan tombol dan bagasi; posisi vesikula seminalis: menyentuh kedua sirip
ekor dan sirip posterior.
Singkat ke ujung posterior dari sirip anterior
ovarium; ovum besar.
Adhesive papila dan
organ perekat tidak ada. Apikal kelenjar tidak
ada.
Phylum : Chaetognatha
Order : Aphragmophora
Family : Sagittidae
Genus : Sagitta
2.
Eukrohnia
Tubuh tegas, luas di daerah septum ekor;
otot transversal pada batang; kepala lebar; kait bergerigi di remaja; sepasang
sirip lateral yang sangat panjang baik pada batang dan ekor; sirip lateral yang
sebagian rayed, dibulatkan. Collarette tidak ada; divertikula usus tidak ada;
mata tanpa pigmen. Vesikula seminalis kerucut; posisi vesikula seminalis:
menyentuh atau dekat dengan sirip posterior dan benar terpisah dari sirip ekor.
Pendek dengan kantong telur atau kantung induk ovarium; ovum besar. Adhesive
papila dan organ perekat tidak ada; kelenjar apikal ini.
Phylum :
Chaetognatha
Order :
Aphragmophora
Family :
Eukrohniidae
Genus :
Eukrohnia
3.
Pterosagitta
Tubuh kuat dan berotot;
otot transversal tidak
ada; kepala lebar; kait tidak bergerigi.
Sepasang sirip lateral
yang pendek hanya pada ekor, sirip lateral yang sepenuhnya diperiksa dengan sinar,
dibulatkan. Collarette sangat besar;
divertikula usus tidak
ada. Kecil mata dengan berbentuk T tempat pigmen.
Vesikula seminalis dengan tombol dan bagasi; posisi vesikula seminalis: menyentuh sirip posterior
agak jauh dari sirip ekor. Ovarium sangat
panjang, mencapai ke daerah leher;
ovum besar. Papila
perekat dan organ perekat tidak ada; apikal
kelenjar tidak ada.
Phylum : Chaetognatha
Order : Aphragmophora
Family : Pterosagittidae
Genus : Pterosagitta
4.
Heterokronia
Tubuh besar dan tegas,
buram; otot transversal
pada batang dan ekor; kepala lebar; kait
tidak bergerigi. Fin
tidak ada jembatan; sepasang sirip panjang
menengah lateral yang baik pada batang dan
ekor; sirip lateral yang sepenuhnya diperiksa dengan sinar,
dibulatkan. Collarette panjang dan
sempit; divertikula usus tidak ada; mata tidak
ada. Mani vesikel berbentuk kerucut; posisi vesikula seminalis: menyentuh kedua sirip belakang
dan sirip ekor.
Ovarium pendek; ovum
cukup kecil. Adhesive papila dan organ perekat
tidak ada. Kecil dengan satu baris dari papila vestibular
organ; kelenjar ini
sel apikal kompleks;
leher kanal tidak
ada.
Phylum : Chaetognatha
Order : Aphragmophora
Family : Heterokrohniidae
Genus : Heterokrohnia
5.
Krohnitta
Tubuh ramping, otot transversal tidak ada;
kepala cukup besar; kait tidak bergerigi. Fin tidak ada jembatan; sepasang
sirip lateral yang pendek baik pada batang dan ekor; sirip posterior pendek,
sebagian rayed, bulat. Collarette tidak ada; usus divertikula tidak ada. Kecil
mata, dengan bintang berbentuk tempat pigmen. Vesikula seminalis dengan tombol
dan bagasi; posisi vesikula seminalis: menyentuh kedua sirip belakang dan sirip
ekor. Ovarium medium length, sampai ke daerah ganglion ventral; ovum sangat
besar. Adhesive papila dan organ perekat tidak ada. Apikal kelenjar tidak ada.
Phylum : Chaetognatha
Order : Aphragmophora
Family : Krohnittidae
Genus : Krohnitta
Pada praktikum kali
ini, sampel diberi formalin yang bertujuan agar zooplankton tersebut mati dan
terawetkan supaya tidak ada pergerakan lagi dari zooplankton tersebut, jika
zooplankton tidak diberi formalin maka akan mengakibatkan kesulitan nantinya dalam
melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop, karena zooplankton tersebut
masih dapat bergerak.
Zooplankton
seperti halnya hewan lainnya yang mampu hidup, tumbuh dan berkembang biak
dengan baik hanya pada lingkungan yang sesuai dengan siklus hidupnya. Parameter
Lingkungan perairan misalnya: Suhu, Salinitas, Derajat Keasaman (pH), Oksigen
terlarut (DO), Kecerahan dan Kedalaman yang terdapat dalam suatu perairan
sangat mempengaruhi kehidupan Zooplankton
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Zooplankton
merupakan anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beraneka ragam dan
terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh
filum hewan.
2.
Beberapa filum hewan terwakili di dalam kelompok
zooplankton mulai dari filum protozoa (hewan bersel tunggal) sampai filum
Chordata (hewan bertulang belakang)
3.
Zooplankton
memiliki beberapa genus antara lain : Globigerina, Globboratalia, Acantometron,
Parundella, Litocrytris, Clione, Cresies, Limacina, Atlanta, Carinaria, Undinula,
Lucifer, Clausocalanus, Hemisierella, Oithona, Sagitta, Eukrohnia, Ptesoragitta,
Heterokronia, Krohnitta.
5.2.
Saran
1.
Sebaiknya ikut sertakan peserta praktikum dalam sampling plankton,
sehingga praktikan dapat mengetahui secara langsung habitat plankton yang
disampling.
2.
Sebaiknya penjelasan tentang karakteristik dan sedikit pemahaman
mengenai plankton yang ditemukan dibawah mikroskop dijelaskan secara singkat
agar praktikan lebih tertarik dan mengerti tentang objek plankton yang diamati.
3. Dalam
melakukakan pratikum khususnya dalam membuat preparat harus benar dan tidak
boleh terdapat gelembung udara.
4. Dalam
melakukan identifikasi harus teliti dalam
mencocokan gambar yang didapat dari pengamatan dengan gambar di buku
identifikasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbott, R. T.,
1960. Thecosomata. In: American Seashells, Van Nostrand & Co Inc.,
New York: 274-310.
Abelmann A.,
Gowing M.M. 1997. Spatial distribution of living polycystine radiolarian
taxa - baseline study for paleoenvironmental reconstructions in the Southern
Ocean (Atlantic sector). Mar. Micropaleontol., 30:3-28
Arinardi, O.H.,
A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trianingnsih, E. Asnaryanti dan S. H. Riyono. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. P3O-LIPI. Jakarta.
Basmi, J. 2000. Planktonologi: Plankton sebagai Bioindikator Kualitas
Perairan.Bogor:Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
David, P.M., 1958. A new species of
Eukrohnia from the Southern Ocean with a note on fertilization. Proceedings
of the zoological Society of London, 131: 597-606.
Hutabarat, Sahala dan Stetwart M. Evans.
1986. Kunci Identifikasi Zooplankton. Universitas Indonesia Press:
Jakarta.
Hutabarat,Sahala. 1985 .Pengantar
oceanografi. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Krohn, A., 1853. Nachträchliche
Bemerkungen über den Bau der Gattung Sagitta, nebst der Beschreibung eigeger
neuen Arte. Archive für Naturgeschichte, 19: 266-277.
Nybakken, James W, 1992. Biologi
laut,suatu pendekatan ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Odum, E. D. 1993.Dasar-dasar Ekologi,
Edisi ke-3.Yogyakarta:Gadjah Mada Press.
Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana,
2004. Meroplankton Laut, larva hewan laut yang menjadi plankton. Ikrar
Mandiri Abadi: Jakarta.
S. Handayani, M. P. Patria, S. Wirjoatmodjo, Sains
Indonesia 8(2003) 6.Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) : Jakarta.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi.
UNDIP: Semarang.
Tokioka, T., 1938. A
new chaetognath (Sagitta crassa n. sp.) from Ise Bay. Zoological Magazine,
Tokyo, 50(6): 349-351.
http://en.wikipedia.org/wiki
Diakses
pada hari Sabtu, tanggal 30
Mei 2012,
pukul 1500
www.bi.itb.ac.id/herbarium/
Diakses
pada hari Sabtu, tanggal 30
Mei
2012, pukul 15.00